Polemik Tambang Emas Latimojong, Siapa yang Mengambil Keuntungannya?
Tohir78 - Kabut di pegunungan Latimojong tak lagi hanya membawa hawa dingin. Tak pernah benar-benar sunyi. Dentuman logam hingga ledakan dari jantung bumi merupakan bagian dari tahapan eksploitasi oleh PT Masmindo Dwi Area, perusahaan tambang emas yang sejak awal sudah memancing tanya—dan kini, mengusik kepercayaan publik.
Dengan dua mitra besar, PT Petrosea Tbk dan PT Macmahon Indonesia, Masmindo mulai menyelami perut bumi Latimojong. Tapi benarkah kekayaan yang mereka gali juga mengalir untuk masyarakat Luwu?
Mengutip laman resminya di Masmindo.co.id , Masmindo berkomitmen untuk beroperasi dengan menerapkan kaidah-kaidah penambangan yang baik (good mining practices), termasuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada para pemangku kepentingan, terutama masyarakat lingkar tambang.
Namun puncak kegelisahan publik pecah ketika blasting atau peledakan gunung dilakukan di Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong, pada Senin 16 Juni 2025. Video amatir warga memperlihatkan material batu beterbangan dan dentuman keras mengguncang bukit hijau.
Kontrak mengalir, tapi keuntungan untuk siapa?
Di atas kertas, PT Masmindo memimpin orkestra eksplorasi. Namun di balik layar, aliran bisnis menunjukkan partitur yang rumit. Meskipun PT Indika Energy Tbk telah keluar dari Petrosea sejak Juli 2022, jejak kerjasama mereka masih kuat:
- Amandemen Awak Mas FEED (2021): Rp 185,28 miliar
- Enam Notice to Proceed: total Rp 58,08 miliar
- Kontrak Oktober 2022: Rp 95,01 miliar — berlaku hingga Agustus 2025
Relasi ini menunjukkan bahwa tambang emas Latimojong bukan hanya proyek sumber daya alam, tetapi juga jaringan ekonomi berskala nasional. Di satu sisi, angka-angka miliaran tercatat dengan jelas. Di sisi lain, warga Luwu menatap gunung yang mulai terluka.
Protes meledak: IPMIL meminta Masmindo mengundurkan diri
Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu (PP IPMIL) menyatakan sikap.
"Evaluasi izinnya PT Masmindo, kemudian kalau bisa PT Masmindo angkat kaki dari Luwu," kata Yandi, Ketua PP IPMIL Luwu, dikutip dari keterangan pers pada 23 Juni 2025.
Yandi menegaskan bahwa gunung Latimojong seharusnya dikonservasi, karena sudah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana. Ia menyebut izin tambang mengabaikan risiko tersebut dan menuding prosesnya dipaksakan.
"Kami dari IPMIL tidak setuju dengan itu. Ini akan menyebabkan kerusakan yang tidak sedikit," tambahnya.
Bencana banjir akibat tambang
Banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Luwu pada 2024 lalu ditengarai berawal dari pembukaan lahan untuk tambang emas di Gunung Latimojong. Banjir juga mengalir hingga Wajo dan Sidrap.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amien mengungkapkan bahwa bencana tersebut terjadi akibat penurunan tutupan hutan di Gunung Latimojong. Pembukaan lahan di sekitar gunung tersebut disebabkan oleh pertambangan emas.
“Kawasan pegunungan Latimojong, yang melintasi dua kabupaten, Luwu dan Enrekang, menjadi pusat tragedi tersebut,” kata Muhammad Al Amien, dikutip dari keterangan tertulis pada 3 Mei 2024.
Banjir melanda beberapa wilayah di Sulsel. Sebanyak 13 Kecamatan di Kabupaten Luwu terdampak antara lain Kecamatan Suli, Kecamatan Latimojong, Kecamatan Suli Barat, Kecamatan Ponrang Selatan, Kecamatan Ponrang, Kecamatan Bupon, Kecamatan Larompong, Kecamatan Larompong Selatan, Kecamatan Bajo, Kecamatan Bajo Barat, Kecamatan Kamanre, Kecamatan Belopa dan Kecamatan Belopa Utara.
Dengan kontrak yang mengalir deras, investor yang silih berganti, dan aktivitas tambang yang meledakkan gunung—pertanyaan klasik kembali mengemuka: Siapa sebenarnya yang menikmati emas Latimojong?
Jejak Masmindo: Kontrak, kemitraan, dan izin yang mengakar panjang
Kekuasaan di tambang emas Latimojong tidak tumbuh dalam semalam. Ia dibangun melalui jalan panjang legalitas, investasi, dan kemitraan strategis—sebuah fondasi yang membuat PT Masmindo Dwi Area menjadi satu-satunya pemilik izin tambang emas aktif di kawasan itu hingga Juni 2050.
Ditarik dari laman resmi Masmindo.co.id , proyek ini resmi mendapat lampu hijau sejak Juni 2017, ketika Studi Kelayakan (Stukel) disetujui oleh Pemerintah Republik Indonesia. Enam bulan kemudian, pada Januari 2018, perusahaan mengantongi izin berharga: Periode Operasi dan Produksi hingga tiga dekade ke depan.
Tidak lama kemudian, Masmindo menandatangani Amandemen Kontrak Karya dengan pemerintah pada Maret 2018. Proyek ini terus bergulir cepat—Feasibility Study Addendum dan adendum AMDAL disetujui pada 2019, memperkuat posisi hukum dan lingkungan Masmindo.
Tahun itu juga menjadi titik balik strategis: Indika Energy Tbk resmi masuk sebagai mitra lokal, dan menyuntikkan investasi besar. Pada November 2019, Indika mengakuisisi kepemilikan langsung di Masmindo. Sebulan kemudian, Masmindo memperoleh Persetujuan Rencana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (RPPM)—sebuah syarat yang di atas kertas menjamin keterlibatan warga sekitar.
Kolaborasi diperluas lagi pada Februari 2020, ketika Masmindo bermitra dengan Nusantara Resources dan Indika Energy untuk mengembangkan Proyek Awak Mas. Lalu pada September 2020, Indika (melalui anak perusahaannya, PT Indika Mineral Investindo) menjadi pemilik 25% saham Masmindo.
Puncaknya, pada Maret 2021, Masmindo menandatangani kontrak besar dengan PT Petrosea Tbk untuk menyusun layanan Front End Engineering and Design (FEED)—langkah penting menuju tahap konstruksi dan eksploitasi.
Komentar
Posting Komentar